Jumat, 13 Januari 2012

Bolehkah Azan dan Iqamah di Kuburan?

Tidak disangsikan lagi bahwa perbuatan seperti itu adalah bid’ah, yang Allah tidak menurunkan hujjah atasnya, sebab perbuatan seperti itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Padahal, semua kebaikan itu terkandung dalam sikap ittiba` (mengikuti) mereka dan meniti jalan yang pernah mereka tempuh, sebagaimana yang difirmankan oleh AllahSubhanahu wa Ta’ala,

وَالسَّابِقُوْنَ اْلأَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ

“Orang-orang yang terdahulu dan yang pertama (masuk Islam) di antara kaum Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, adalah orang-orang yang diridhai oleh Allah dan mereka juga ridha kepada Allah.”(Qs. at-Taubah: 100)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami ini, yang urusan tersebut tidak termasuk bagian darinya (agama ini), maka ia tertolak.”

Sedangkan dalam lafal lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu , padahal itu tidak penah kami perintahkan, maka itu tertolak.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Dan sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan (bid’ah), dan setiap bid’ah itu sesat.” (Hr. Muslim, dalam Shahih-nya, dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu)

Semoga Allah melimpahkah salawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta segenap keluarga dan para sahabat beliau.

Sumber: Fatwa-Fatwa Seputar Kubur, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Al-Qowam.

JAWABAN LAINNYA...

A. Jawaban dari sisi hadits:
Terdapat hadits yang berbunyi,

لَا يَزَالُ الْمَيِّتُ يَسْمَعُ الْأَذَانَ مَا لَمْ يُطَيَّنْ قَبْرُهُ .
“Mayit masih mendengar adzan selama kuburnya belum ditimbun tanah.”[HR. Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus dari Ibnu Mas’ud]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata,

وَإِسْنَادُهُ بَاطِلٌ ، فَإِنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ مُحَمَّدِ بْنِ الْقَاسِمِ الطَّايَكَانِيِّ وَقَدْ رَمَوْهُ بِالْوَضْعِ .
“Sanadnya batil, karena ia termasuk riwayat Muhammad bin Al-Qasim Ath-Thayakani, di mana dia telah dicap sebagai pemalsu hadits.”
[At-Talkhish Al-Habir/792]

Perkataan Ibnu Hajar ini dinukil oleh Asy-Syaukani dalam Nailul Authar dan Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi.

Hadits ini dimasukkan sebagai hadits maudhu’ oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at dan As-Suyuthi dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah.

Ibnul jauzi berkata tentang (sanad) hadits ini, “Ini adalah hadits maudhu’ (palsu/dibuat-buat) atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang di dalamnya terdapat beberapa masalah. Adapun Al-Hasan, dia tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud. Sedangkan Katsir bin Syinzhir, Yahya berkata; Dia bukan apa-apa. Sementara Abu Muqatil, kata Ibnu Mahdi; Demi Allah, tidak halal riwayat darinya. Meski begitu, yang tertuduh sebagai pemalsu hadits ini adalah Muhammad bin Al-Qasim, karena dia terkenal dalam barisan para pendusta dan pemalsu hadits. Abu Abdillah Al-Hakim berkata; Dia itu memalsu hadits.” [Al-Maudhu’at III/238]

Dalam Al-La`ali Al-Mashnu’ah [II/365], Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan kurang lebih sama dengan yang dikatakan Ibnul Jauzi.
------------------------

B. Jawaban dari sisi fiqih:
1. Menurut madzhab Hanafi
Ibnu Abidin berkata,

أنه لا يسن الاذان عند إدخال الميت في قبره كما هو المعتاد الآن .
“Bahwasanya tidak disunnahkan adzan ketika memasukkan mayit ke dalam kuburnya sebagaimana yang biasa dilakukan sekarang.” [Hasyiyah Raddil Muhtar II/255]

2. Madzhab Maliki
Disebutkan dalam “Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Asy-Syaikh Khalil” :
وَفِي فَتَاوَى الْأَصْبَحِيِّ ، هَلْ وَرَدَ فِي الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ إدْخَالِ الْمَيِّتِ الْقَبْرَ خَبَرٌ ؟ فَالْجَوَابُ : لَا أَعْلَمُ فِيهِ وُرُودَ خَبَرٍ وَلَا أَثَرٍ إلَّا مَا يُحْكَى عَنْ بَعْضِ الْمُتَأَخِّرِينَ ، وَلَعَلَّهُ مَقِيسٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ فَإِنَّ الْوِلَادَةَ أَوَّلُ الْخُرُوجِ إلَى الدُّنْيَا وَهَذَا أَوَّلُ الْخُرُوجِ مِنْهَا وَهَذَا فِيهِ ضَعْفٌ فَإِنَّ مِثْلَ هَذَا لَا يَثْبُتُ إلَّا تَوْقِيفًا .
“Dan (disebutkan) dalam Fatawa al-Ashbahi; Apakah terdapat khabar (hadits) dalam masalah adzan dan iqamat saat memasukkan mayit ke kubur? Jawabnya; Saya tidak mengetahui adanya khabar maupun atsar dalam hal ini kecuali apa yang diceritakan dari sebagian muta`akhirin. Dan barangkali ia adalah analogi dari disukainya adzan dan iqamat di telinga bayi yang baru lahir. Sebab, kelahiran adalah awal keluar ke dunia, sementara ini (kematian) adalah awal keluar dari dunia. Tetapi ada kelemahan dalam hal ini, karena yang semacam ini tidak bisa dijadikan pegangan kecuali dengan cara tauqifi.”

3. Madzhab Syafi’i
Ad-Dimyathi berkata,
واعلم أنه لا يسن الأذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها .
“Ketahuilah, sesungguhnya tidak disunnahkan adzan pada saat (mayit) dimasukkan ke kubur, berbeda dengan orang yang mengatakan demikian karena mengqiyaskan keluarnya (seseorang) dari dunia dengan masuknya (seseorang) ke dalam dunia.” [I’anatuth Thalibin I/268]

Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili berkata dalam bab adzan untuk selain shalat,
ولا يسن عند إدخال الميت القبر على المعتمد عند الشافعية .
“Dan tidak disunnahkan (adzan) pada saat memasukkan mayit ke dalam kubur, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i.” [Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh]

4. Madzhab Hambali
Ibnu Qudamah berkata,
أجمعت الأمة على أن الأذان والإقامة مشروع للصلوات الخمس ولا يشرعان لغير الصلوات الخمس لأن المقصود منه الإعلام بوقت المفروضة على الأعيان وهذا لا يوجد في غيرها .
“Umat sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu, karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan (masuknya) waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya.” [Asy-Syarh Al-Kabir I/388]
----------------------

Tambahan
Disebutkan dalam salah satu fatwa Lajnah Da`imah Saudi Arabia:
لا يجوز الأذان ولا الإقامة عند القبر بعد دفن الميت، ولا في القبر قبل دفنه، لأن ذلك بدعة محدثة .
“Tidak boleh adzan maupun iqamat di pemakaman, baik setelah menguburkan mayit maupun sebelumnya, karena itu adalah bid’ah muhdatsah (yang diada-adakan).” [fatwa nomor 3549]

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami ditanya:
مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ؟
“Apa hukum adzan dan iqamat ketika menutup liang lahat?”
Al-Haitami menjawab,
هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ .
“Itu bid’ah. Barangsiapa yang menganggap bahwa itu sunnah ketika menurunkan (mayit) ke kuburan karena menganalogikan dengan dianjurkannya bagi bayi yang baru lahir, di mana perkara terakhir mengikuti permulaannya; maka dia tidak benar.”
----------------

Demikian sekilas tentang adzan dan iqamat ketika menguburkan mayit di kuburan. Kesimpulannya, karena secara tinjauan hadits maupun fiqih, hal ini tidak benar, maka sebaiknya kita tidak melakukannya. Wallahu a’lam.


Kamis, 25 November 2010

Jika Aku Tak Bangun Esok

Saat terlelap, adalah saat terdamai dalam hidup. Dimana hiruk pikuk dunia tak lagi mengganggu, rutinitas seakan lepas, berganti dengan kebebasan. Waktupun serasa terhenti, memberikan ruang khusus bagi diri untuk menyendiri, terlena dalam angan dan mimpi.
Namun, yakinkah kita bahwa suatu saat kita akan tersadar dari lelapnya mimpi? Yakinkah kita bahwa kita akan terbangun dan membuka mata saat pagi hadir?
Tentu jawabannya tidak. Lalu, bagaiman jika ternyata esok kita tak lagi terbangun dari tidur, terlelap untuk selamanya?

Wahai sadarku...
Begitu banyak cerita hidup yang kau tuliskan. Drama kehidupan kau lakoni selayaknya insan yang menjalani kehidupannya. Tangis, tawa, semua tak lupa dari kisahmu.
Namun pernahkah kau merenung, adegan mana yang lebih banyak kau perankan. Apakah rangkaian kehidupan yang tak hanya lebih dari sekedar rutinitas? Atau nilai lebih yang kau torehkan sebagai prestasi sejarah yang membanggakan?
Lalu, bagaimana jika kau tak lagi ada, dan berganti dengan lelap?

Duhai waktu...
Kau adalah mata pedang, yang siap menyayatku. Kau adalah roda besi, yang berputar konstan dan siap menggilas semua yang ada didepanmu. Kau begitu perkasa, sampai Tuhanku pun bersumpah atas dirimu.
Namun sayang, aku lebih banyak menyiakanmu. Aku lupa bahwa kau selalu mengawasiku. Aku lupa bahwa kau tak pernah menunggu dan kembali. Terlebih aku lupa, bahwa kau akan menuntutku di hari akhir nanti.

Lapangku sayang...
Kau adalah segala kemudahan. Kau adalah kesempatan.
Tiap saat aku bersamamu, bersentuhan langsung denganmu. Aku dapat melakukan segala karena kau selalu bersamaku. Aku sanggup menggapai mimpi, karena kau menemaniku.
Celakanya, hadirmu hanya membuatku lalai. Segala kemudahan darimu menjadikanku sibuk dengan duniaku, terobsesi mencari segala kesenangan dan kemewahan. Aku tak lagi mensyukurimu. Ku anggap kehadiranmu adalah satu paket kehidupan yang kebetulan melekat pada diriku.
Dan ironisnya, aku mengacuhkan kenyataan bahwa suatu saat kaupun akan pergi dan berganti dengan sempit.

Wahai diri yang lelah...
Tidurlah, rebahkan penatmu pada damainya mimpi. Sandarkan bebanmu pada kokohnya ketenangan. Manjakan dirimu, isi kembali energi yang telah kau buang semasa sadarmu. Biarkan dirimu bermanja pada tenangnya kesunyian. Lupakan dunia, dan lupakan mereka.
Namun, sebelum kau tidur, satu pertanyaan untukmu. Sudahkah kau yakin bahwa dirimu telah membawa bekal untuk menghadap Tuhanmu? Bagaimana jika esok kau tak bangun? Jika jawabannya belum, maka kau TAK LAYAK UNTUK TIDUR.
Tetaplah sadar, karena kau harus mempersiapkan bekal untuk tabunganmu. Tetaplah bangun, karena kaupun telah banyak tertidur dan lalai.

Lalu kapan waktuku tidur...
Akan tiba wahai diri, akan tiba.... Akan tiba waktu dimana kau bebas untuk memilih tempat beristirahat yang kau inginkan. Akan tiba waktu kau bebas menentukan bantal dan kasur untuk melepas penatmu. Akan tiba waktu istirahatmu, saat kau yakin.... bahwa kakimu telah berada di syurga Tuhanmu...
FS

Selasa, 14 September 2010

Pedihnya Hati Ibu, Polosnya Hati Anak

Suaranya tiba-tiba berubah, terdengar sendu menahan air mata yang akan keluar dari ke dua matanya, tapi ia tetap berusaha tegar di hadapan anaknya yang masih kecil itu. Sang anak terus mengguncang-guncang tubuh ibunya, merengek, meminta sesuatu yang baru saja ia lihat di toko siang tadi.

***

Hari itu Sang Surya telah mematikan cahayanya, satu dua kelelawar berterbangan di udara mencari buah yang siap dihisap sarin patinya. Saya dan dua orang kawan memutuskan untuk makan malam di sebuah warung pecel di Jalan Badak, Denpasar.

Dari logat bicaranya, saya tahu jika penjualnya beretnis jawa. Sepasang suami istri dan dua orang anaknya yang selalu siap menyiapkan makanan bagi pelanggan yang keroncongan perutnya. Tanpa banyak cakap mereka bekerja, sesekali tersenyum kepada pelanggan, dan berucap terima kasih kepada yang sudah dilayaninya.

Ternyata mereka memiliki dua anak lagi, yang satu masih kecil, kira-kira SD kelas 2, dan yang satu lagi SMP. Menggenakan motor Yamaha lawas mereka menghampiri tempat kerja orang tua mereka. Sang anak yang masih kecil, langsung loncat dari motor dan memanggil-manggil ibunya. Sang ibu pun meninggalkan dulu pekerjaannya menyiapkan lalaban, dan memeluk Sang Anak yang kecil lucu itu.

“Bu, besok beli sepatu sama baju yah, tadi aku lihat harganya tujuh lima”, celoteh si anak dengan nada memelas. Si Ibu menciumi si anak dengan penuh kasih sayang, mengelus rambutnya yang hitam lurus tanpa berkata-kata.

”Bukan tujuh lima Bu, tapi tujuh puluh lima ribu”, jelas si kaka tanpa ditanya si ibu terlebih dahulu. “Ade, pilih salah satu yah, itu bukan tujuh lima, tapi tujuh puluh lima ribu, ayoo, mau sepatu atau baju”, tutur si ibu kepada anaknya yang masih kecil dengan penuh kelembutan. “Itu tujuh lima ibu, iya tujuh lima, beli dua-duanya ibu!” si anak kecil itu tambah merengek kepada ibunya.

Si Ibu terdiam sejenak, wajahnya berubah, tampak kantung matanya menahan air mata yang akan membasahi pipinya. Suaranya berubah menjadi sendu, terdengar seperi orang yang menahan tangis dan berusaha tegar di hadapan anaknya. “satu dulu saja ya, nak. Nanti kalau punya uang ibu beli keduanya” dengan nada sedih si ibu berusaha menenangkan anaknya, air mata yang tadi ia tahan jatuh membasahi pipinya, tapi hal ini tidak terlihat jelas, samar di balik kerudung coklat yang ia kenakan.

***

Setelah kejadian kecil di warung itu, pintu hati ku terketuk, dan aku pun turut merasakan kesedihan. Terbayang dalam benaku, akan kelakuan ketika kecil dulu. Rewel, tidak bisa diam, dan yang tahu bermain saja tanpa mempedulikan perasaan orang tua. Keluh kesah selalu ditimpakan kepada orang tua, sedangkan kebahagiaan selalu ditimpakan kepada teman atau kekasih.

Sekarang aku tahu, ketika meminta sesuatu kepada orang tua dan orang tua tidak memenuhinya dengan alasan klasik : ekonomi sedang sulit. hanya akan menambah kesedihan sang ibu.Mana ada sih ibu yang tidak mau membahagiakan anaknya? Pasti selalu terbesit dalam pikiran si ibu, jika punya uang nanti akan membelikan apa yang sia anak mau. Tapi indahnya dunia sering kali membuatkan seorang bocah ingusan yang baru saja mengenyam pendidikan lupa akan kulitnya, meminta tetapi tidak menengok kondisi sesungguhnya.

Seorang anak kecil tidak bijaksana jika kita salahkan dalam persoalan ini. Mungkin yang harus si anak kecil itu lakukan adalah membalas air mata yang pernah jatuh dari mata si ibu. Sebuah air mata kasih sayang dan perhatian yang mendalam kepada buah hati. Air mata yang sama ketika mereka menjerit kesakitan menahan tendangan kita di dalam perutnya.

Demi Air Mata mereka, marilah kita berdoa, semoga kasih anak-anak yang akan dewasa nanti terhadap ibunya semakin tumbuh dan berkembang, sehingga terciptalah keharmonisan cinta dalam kehidupan berkeluarga.Tanpa mereka kita tidak ada di dunia ini, maka mari saling mengingatkan untuk selalu berbakti kepadanya.

Fs

Sabtu, 04 September 2010

Kisah Malaikat dan Manusia

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan (artinya):
“Ada tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.

Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.

Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.

Kemudian Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang bunting.

Selang beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi suatu lembah.

Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.

Malaikat itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula.

Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.

Kemudian Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia. Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si botak).” (HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)

Di dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia tersebut banyak terkandung faedah dan pelajaran beharga bagi kaum muslimin. Tidaklah Rasulullah menceritakan kisah kejadian umat terdahulu melainkan untuk menjadi pelajaran bagi umat yang datang setelahnya.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111)
Tanda Kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk berbuat apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Disebutkan dalam hadits ini bahwa Allah subhanahu wata’ala mampu untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh ketiga orang tadi dan memberinya kekayaan serta Allah subhanahu wata’ala pun mampu mencabutnya kembali seperti dua orang tadi yang tidak mau bersyukur.

Segala apa yang ada di langit dan di bumi ini merupakan milik Allah subhanahu wata’ala. Seseorang yang memiliki harta yang melimpah, tidaklah kepemilikan itu ada padanya kecuali hanya kepemilikan yang sifatnya nisbi, kepemilikan yang mutlak hanya di tangan Allah subhanahu wata’ala. Sewaktu-waktu Allah subhanahu wata’ala berkehendak untuk mengambilnya, pasti Dia akan lakukan.

Manusia ini adalah makhluk yang sangat lemah, Allah subhanahu wata’ala mampu untuk membalik keadaan seseorang yang semula kaya menjadi miskin, yang tadinya sehat dan kuat menjadi sakit dan lemah tak berdaya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Katakanlah: Ya Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali ‘Imran: 36)
Syukur Nikmat, Sebab Dibukanya Pintu Barakah

Seluruh nikmat yang kita rasakan ini datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah lah (datangnya).” (An Nahl: 53)

Oleh karena itulah, kita diwajibkan untuk bersyukur kepada-Nya sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja beribadah.” (An Nahl: 114)

Wujud syukur kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana diterangkan oleh para ulama adalah dengan meyakini bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah subhanahu wata’ala yang kemudian dia memuji-Nya, menyebut-nyebut nikmat tersebut, serta memanfaatkan nikmat tersebut untuk hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya.

Dalam hadits tersebut kita melihat bagaimana si buta ketika dia bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Dia menegaskan bahwa kenikmatan berupa disembuhkannya dia dari kebutaan dan diberinya harta kekayaan itu datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Kemudian dia menginfakkan hartanya tersebut untuk membantu saudaranya yang membutuhkan. Maka Allah subhanahu wata’ala pun berikan barakah kepadanya dengan ditetapkannya harta tersebut kepadanya dan dia pun mendapatkan ridha Allah subhanahu wata’ala.

Dari sini kita bisa mengambil faedah bahwasanya syukur nikmat merupakan sebab ditetapkan bahkan ditambahkannya kenikmatan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7)
Syukur Nikmat, Benteng dari Adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ini merupakan janji Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Mengapa Allah akan mengadzabmu sementara kamu bersyukur dan beriman?” (An Nisa’: 147)
Mengingkari Nikmat, Sebab Mendapatkan Murka Allah Subhanahu wa Ta’ala

Berbeda dengan si buta, si belang dan si botak justru mengingkari nikmat yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada mereka itu dengan menyatakan: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Mereka mengingkari bahwa harta yang mereka miliki itu merupakan pemberian dari Allah subhanahu wata’ala. Lebih dari itu mereka enggan untuk menginfakkan hartanya untuk membantu saudaranya yang membutuhkan.

Maka mereka pun mendapatkan do’a kejelekan dari Malaikat dan mendapatkan murka dari Allah subhanahu wata’ala.
Demikianlah, barangsiapa yang tidak mau bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyombongkan diri bahwa harta yang dimilikinya itu merupakan hasil usahanya sendiri dan bukan pemberian Allah subhanahu wata’ala, maka Allah subhanahu wata’ala mengancamnya dengan adzab yang pedih.

Rabu, 01 September 2010

TERNYATA SURGA DICIPTAKAN UNTUK ORANG YANG BERDOSA

Berbicara mengenai perilaku manusia di dunia, tentu tidak akan terlepas dari sesuatu yang disebut dosa. Dosa merupakan ganjaran atas perbuatan buruk yang dilakukan oleh manusia. Setiap manusia yang melakukan perbuatan buruk atau maksiat, hatinya pasti akan merasa tidak tenang. Serasa ada yang mengusik hati dan menghilangkan ketentraman. Hati seringkali dibayang-bayangi oleh rasa takut dan rasa bersalah. Rasulullah SAW bersabda, “Kebaikan adalah akhlaq yang baik, sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang lain melihatnya”. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Nawas bin Sam’an.

Sudah menjadi fitrah manusia memiliki dosa dalam hidupnya. Karena manusia kerap kali terbawa oleh hawa nafsunya sehingga ia melakukan maksiat. Walaupun terkadang ia tahu bahwa perbuatan yang sedang ia lakukan itu adalah maksiat yang jelas-jelas dilarang oleh Allah SWT. Hati manusia itu asalnya adalah putih bersih. Namun maksiat yang kita lakukan setiap hari membuatnya menjadi hitam dan gelap. Sehingga banyak sekali manusia yang sulit menerima hidayah dari Allah karena hatinya telah tertutupi noda dan hatinya keras. Akibatnya setiap hari manusia selalu “menghiasi” hidupnya dengan dosa.

Akan tetapi, Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia akan selalu mengampuni dosa-dosa setiap anak Adam selama nyawanya belum berada di kerongkongan (dicabut nyawanya). Allah mengampuni segala macam dosa yang dilakukan anak Adam, kecuali satu, yaitu dosa syirik. Allah tidak akan pernah mengampuni manusia yang telah menyekutukanNya dengan sesuatu selain diriNya.

Allah SWT Maha Adil. Dia menciptakan surga dan neraka sebagai ganjaran atas setiap perilaku manusia selama ia hidup di dunia. Allah menciptakan surga untuk Ia hadiahkan kepada hamba-hamba yang Ia cintai. Kemudian Allah juga menciptakan neraka untuk Ia berikan kepada hamba-hamba yang Ia murkai. Manusia yang selama hidupnya selalu mendedikasikan dirinya untuk agama Allah, segala aktivitasnya selalu diniatkan untuk meraih ridha Allah SWT, maka Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan manusia seperti ini. Seperti yang Allah wahyukan di dalam Al Qur’an Surat Hud ayat 115, “Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan”.

Jelaslah bagi kita bahwa Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang beriman terlantar begitu saja. Walaupun di dunia ia tidak memiliki kekayaan harta, namun jika ia beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, maka kelak Allah akan gantikan kesengsaraannya selama di dunia itu dengan surga yang maha indah yang tidak akan pernah ia lihat sebelumnya. Begitu pula sebaliknya, bagi manusia yang senantiasa menghabiskan hidupnya dengan mendurhakai Allah, maka Allah pun tidak segan-segan untuk menghukumnya. Bahkan tidak sedikit siksaan yang Allah timpakan pada mereka pada saat mereka masih berada di dunia. Bayangkan saja, siksa Allah di dunia saja sudah amat menyakitkan, apalagi siksaan Allah yang diberikan di neraka.

Akhir hidup manusia akan bermuara kepada dua hal saja, yaitu neraka atau surga. Perjalanan untuk meraih surga akan selalu dipenuhi dengan segala sesuatu yang tidak mengenakkan dan senantiasa menyusahkan. Sebaliknya, perjalanan menuju neraka justru dihiasi dengan segala kenikmatan semu yang melenakan manusia.

Pada hakikatnya, setiap manusia tidak akan pernah bisa “membeli” tiket untuk masuk ke dalam surga Allah, sekalipun selama hidupnya ia habiskan untuk beribadah kepada Allah siang dan malam, berdzikir setiap detik, shalat sunnah setiap hari, melaksanakan berbagai macam shaum sunnah, naik haji setiap tahun, dsb. Namun ternyata semua itu pun tidak dapat diandalkan untuk “membeli” sebuah tiket masuk ke surga. Surga itu amat sangatlah mahal, sehingga tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Hanya orang-orang “kaya” saja yang diizinkan untuk masuk ke dalamnya. Itupun karena izin yang diberikan Allah, bukan karena ia mampu “membeli “ tiketnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Amal shaleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan Engkau Ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW menjawab, “Amal shaleh saya pun tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya, “Kalau begitu, dengan apa kita masuk ke surga?”. Nabi SAW menjawab, “Kita dapat masuk ke surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah SWT semata”.

Ada pula sebuah kisah, dimana ada seorang beriman yang wafat. Kemudian ketika Allah akan memasukkannya ke surga, Allah memerintahkan kepada malaikatnya, “Wahai malaikatku, masukkanlah ia ke dalam surga karena rahmat-Ku”. Mendengar itu, orang tersebut protes kepada Allah, “Ya Allah kenapa Engkau masukkan aku ke surga karena rahmatMu? Bukankah aku telah banyak berbuat amal shaleh?”. Lalu Allah berkata, “Wahai malaikat, coba timbang nikmat salah satu bola matanya dengan amal shalehnya selama ini!”. Setelah ditimbang, ternyata amal shaleh yang ia lakukan selama ini tidak lebih berat dari sebuah bola matanya. Atau dengan kata lain, seluruh amal shalehnya tidak bisa menandingi berat sebuah bola mata yang Allah karuniakan kepadanya. Betapa terperanjatnya orang tersebut, hingga ia langsung memohon ampun kepada Allah SWT. Akhirnya Allah memasukkannya ke dalam surga.

Jelas sudah, bahwa manusia hanya bisa memasuki surga Allah jika dan hanya jika Allah memberikan izin dan rahmatNya kepada manusia tersebut. Lantas bagaimana cara kita agar mendapatkan rahmat Allah itu? Caranya adalah dengan membuat Allah senang terhadap kita, yaitu dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya. Jika Allah sudah menyayangi hambaNya, maka tidak ada alasan bagi Allah untuk tidak memberikan kebahagiaan dan berkah kepada hambaNya tersebut. Selain itu, kita juga sangat dianjurkan untuk melaksanakan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Rasul SAW pernah bersabda bahwa barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnah beliau, maka ia bukan termasuk golongan Rasulullah SAW.

Surga bukan untuk dihadiahkan kepada manusia yang tidak pernah berdosa selama hidupnya. Surga juga tidak dihadiahkan untuk orang yang tidak pernah khilaf selama hidupnya. Jika kita mengingat kembali fitrah manusia yang selalu salah, maka sudah barang tentu tidak ada manusia yang tidak memiliki dosa di dunia ini (kecuali Nabi Muhammad SAW, sebab beliau ma’sum/ terbebas dari dosa). Andaikata surga itu diperuntukkan bagi manusia suci yang tidak pernah berdosa, mungkin surga hanya akan diisi oleh Rasul SAW seorang. Tetapi tidak seperti itu. Allah Maha Penyayang kepada setiap hambaNya. Semua manusia yang menghuni surga, mereka adalah orang-orang yang memiliki dosa. Hanya saja, timbangan amal baik mereka lebih berat ketimbang amal buruk mereka. Sehingga amal baik itulah yang mengundang datangnya rahmat Allah kepadanya.

Oleh karena itu, kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah SWT. Selama Allah masih memberikan nikmat hidup kepada kita, mari kita manfaatkan sebaik-baiknya.

Wallaahu a’laam,

ALLAH PUNYA RENCANA YANG LEBIH INDAH UNTUKMU

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu’alaykum Wr. Wb.

“Sesuatu yang menurutmu baik untukmu, belum tentu baik menurut Allah untukmu. Dan sesuatu yang menurutmu buruk bagimu, belum tentu buruk menurut Allah bagimu”.

Bagi seorang manusia, keberhasilan adalah suatu kondisi yang selalu ingin dicapai. Tidak ada satupun manusia yang ingin terpuruk dalam kegagalan terus-menerus. Bagi mereka yang mau dan mampu untuk meraihnya, keberhasilan itu akan dapat diraih atas izin Allah SWT.

Seorang mahasiswa pasti mengharapkan sebuah prestasi akademik yang baik. Seorang pengusaha pasti selalu mengharapkan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Seorang pilot pasti mengharapkan agar dapat take off dan landing dengan selamat. Seorang penulis buku pasti mengharapkan agar bukunya dapat diminati oleh banyak orang. Begitupun dengan kita, kita pasti mengharapkan keberhasilan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.

Sebuah keberhasilan merupakan hasil dari suatu usaha yang kita lakukan. Orang yang meraih keberhasilan dalam suatu aktivitas akan disebut sebagai orang yang hebat karena telah berhasil meraih apa yang ia inginkan, sebaliknya, orang yang gagal meraih keberhasilan itu, maka ia akan dikatakan sebagai orang yang gagal. Hal inilah yang terbentuk dalam pola pikir sebagian orang.

Satu hal yang perlu kita ingat, tidak selamanya kegagalan itu menandakan ketidakmampuan kita untuk mencapai suatu tujuan. Sebab kegagalan itu adalah proses atau sebuah jalan panjang menuju titik kejayaan. Kita mungkin sering mendengar kata-kata mutiara Kegagalan adalah awal dari keberhasilan. Ternyata hal ini memang terbukti. Seorang Thomas Alfa Edisson mengalami ratusan kegagalan sebelum akhirnya mampu menemukan lampu. Seorang Bill Gates harus rela dikeluarkan dari kampusnya sebelum akhirnya ia membangun kerajaan IT dunia, Microsoft.

Pada hakikatnya, manusia pasti pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya, hanya saja mereka yang mampu bangkit dari kegagalan itu, itulah keberhasilan yang sesungguhnya. Islam mengajarkan ummatnya bagaimana meraih sebuah keberhasilan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Perlu kita pahami bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan kuasa dari Allah semata. Artinya, segala sesuatu yang ada di jagat raya ini adalah milik Dia yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Sebagai seorang pemilik, Allah berhak berbuat apa saja terhadap ciptaanNya.

Keberhasilan hanya dapat diraih melalui dua cara, yaitu ikhtiar dan tawakkal. Segala upaya dan kerja keras kita dalam mewujudkan tujuan dan mimpi yang ingin kita raih merupakan ikhtiar. Namun bagaimanapun juga, manusia tetap saja seorang makhluk yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Untuk itulah, selain melakukan ikhtiar, kita harus tawakkal kepada Allah dengan memperbanyak ibadah dan do’a agar setiap ikhtiar yang kita lakukan mendapat berkah dan dimudahkan oleh Allah.

Banyak orang yang telah bekerja keras siang dan malam, bahkan sampai menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga, bahkan hartanya hanya untuk meraih impiannya, pada akhirnya harus mengalami kegagalan yang pahit. Inilah akibatnya jika kita melupakan Allah dalam setiap ikhtiar/ usaha kita. Kita terkadang merasa pede dengan kemampuan kita sendiri, bahkan sampai menganggap bahwa keberhasilan yang selama ini diraih adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dia lupa bahwa yang memberikan segala kenikmatan itu adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya.

Ikhtiar dan tawakkal hanyalah sebuah washilah (sarana) kita untuk mencapai tujuan kita. Segala sesuatunya hanya berhak ditentukan oleh Allah saja. Artinya, tujuan atau mimpi yang ingin kita capai belum tentu akan kita raih, sekalipun telah melakukan ikhtiar dan tawakkal yang banyak. Kenapa demikian? Apakah Allah murka pada kita?

Ternyata Allah sangat sayang kepada kita. Allah itu Maha Mengetahui segalanya. Termasuk segala sesuatu yang kita butuhkan, Allah lebih tahu daripada kita sendiri. Karena, segala sesuatu yang kita inginkan, segala sesuatu yang menurut kita baik, ternyata belum tentu baik menurut Allah. Misalnya, si Fulan ingin hidup kaya dan tentram. Dia setiap hari berikhtiar dan bertawakkal agar Allah memberikannya kekayaan kepadanya. Namun pada akhirnya dia tetap saja hidup miskin. Bukan berarti Allah murka kepadanya, lantas tidak memberikan kekayaan pada si Fulan. Tapi Allah tahu, jika ia menjadi orang kaya yang bergelimangan harta, dia akan menjadi kufur dan jauh dari Allah. Oleh karena itulah, Allah tidak mengubah nasibnya agar ia lebih dekat lagi kepada Allah.

Ketika usaha dan do’a kita tidak dikabulkan oleh Allah, itu berarti Allah mempunya rencana lain yang jauh lebih indah daripada rencana yang kita buat.

Selasa, 31 Agustus 2010

Sayap Malaikat

Aku benci diriku sendiri, karena aku dibilang abnormal. Orang lain, semua dapat bermain di atas balok titian dan menaiki sepeda, tetapi aku tidak. Aku telah didiagnosa menderita berbagai kerusakan urat syaraf tulang belakang. Aku tahu akan selalu lebih pendek dari yang lain.

Aku benci ke sekolah, dan aku benci teman-temanku sekelas. Aku benci orang yang melihat diriku, dan menanyaiku banyak pertanyaan. Aku benci jika melihat orang lain tersenyum lebar, dan memiliki badan yang tegap.

Dan yang paling aku benci dari semua ini adalah melihat ke cermin, tampak sosok ganjil yang jelek dan bongkok.

Teman-temanku mengatakan diriku dingin dan menyendiri, dan selalu menjaga jarak dengan orang lain. Aku pikir aku akan selamanya begini sepanjang sisa hidupku, hingga engkau muncul.

Sore itu, aku sedang duduk sendirian di sebuah sudut kampus, sebuah tempat yang aku anggap tidak akan diganggu oleh siapapun. Tiba-tiba, aku mendengar suara.

“Hai. Bolehkah aku duduk di sini?”

Kuangkat kepalaku dan melihatmu. Kamu pendek kekar dengan rambut ikal, dengan sebuah senyum yang menarik di wajahmu. “Apa yang kau lihat?"

“Semut.”

“Lagi ngapain mereka?”

“Nggak tahu.”

“Aku bertaruh mereka pasti sedang bermain dan mulai membentuk kelompok teman. Apakah kau sependapat denganku?"

Begitulah kami mulai sebuah perbincangan. Kami terus berbicara apa saja di bawah cahaya matahari – semut, awan, tempat menyendiri yang kecil ini…, hingga waktu senja.

Tiba-tiba, pandangan matamu jatuh kepunggungku. Kau terus-menerus melihatnya.

“Oh tidak. Hal yang paling kukhawatirkan terjadi! Kamu telah menemukan kelainan pada diriku dan aku yakin engkau kini akan membenciku.”

Engkau berdiri, menunjuk punggungku dan berkata, ”Aku tahu mengapa punggungmu bungkuk.”

Kututup mataku seperti penjahat menunggu hukuman dijatuhkan. Dalam hatiku memohon padamu untuk tidak meneruskan perkataanmu. Tetapi dengan rasa puas engkau terus memandangi punggungku dan berkata, ”Aku tahu apa yang kau punya di punggungmu. Tahukah kau?”

“Tidak.” Aku menjawab dengan loyo.

Engkau berjongkok dan berbisik di telingaku.

“Punggungmu bungkuk karena engkau mendapatkan sepasang sayap dari malaikat.”

Aku bingung. Menatap matamu. Kelembutanmu menyentakkan sanubariku. Saat itu, seluruh baju besi dan sepatu lariku mencair dalam kehangatan hatimu.

Sejak saat itu, aku mulai belajar mencintai diriku sendiri, karena aku memiliki sepasang sayap malaikat, dan seorang sahabat yang demikian baik hati.

Pages

Welcome to my world

Satu dunia yang akan membuat mu mengenalku lebih jauh.
Siapa aku? bagaimana aku? Selamat datang.......