Lena sibuk membongkar tas sekolahnya. Wajahnya pucat.
"Mampus, perasaan udah gue masukin deh". Gumam Lena.
Bel sekolah tinggal menunggu hitungan menit meneriakkan instruksi yang harus di patuhi seluruh penghuni sekolah.
Dan, jam pelajaran matematika pun di mulai. Jadilah, Lena berdiri di depan kelas dihadapan puluhan pasang mata (tentunya dengan perasaan malu tak kentara) lantaran lupa membawa PR.
Bukan berdiri di depan kelas yang membuat Lena malu, namun Cendera mata berupa coretan manis dengan spidol tebal di kedua pipinya, oleh-oleh dari Bu Zara (guru matematika yang terkenal killer seantero sekolah). Membayangkan coretan tersebut harus bertahan hingga jam sekolah usai, semakin membuat Lena putus asa.
"rese' tu guru, ni kan baru ke tiga kalinya gue ga' bikin PR" Geram Lena.
"tiga kali? masih mending. Gue yang baru sekali juga bernasib sama len" sahut Rika teman sekelas Lena.
"mesti di kasi pelajaran tu orang biar ga..." titttttttttttt. Jemputan Lena pun datang.
Lena sibuk memutar otak, mencari strategi yang pas untuk membalas Bu Zara. Reputasi Lena sebagai gadis badung, memang sudah melegenda. Dari kelas 1 ia berhasil menampakkan taringnya. wajar, jika sampai sekarang tak ada cowok yang mau mendekatinya.
Esok pagi, seperti tak ingin membuang waktu, Lena melaksanakan pembalasan dendamnya. Permen karet yang telah di emut sedari tadi menjadi senjata utama. Posisi pun di tentukan. Kursi guru media yang tepat.
Sekilas tak tampak gundukan kecil permen karet di kursi depan. Warna putih kursi menjadi samaran sempurna bagi permen karet "balas dendam" Lena. Semua siap. Murid lainnya sudah pasti tak berani komentar atau, tinju pamungkas Lena melayang di muka.
Bel berbunyi. Waktu yang di tunggu pun tiba.
Alangkah terkejutnya Lena, saat yang masuk dari pintu kelas bukan sosok seorang perempuan berkerudung, lengkap dengan kacamata minus dan penggaris besinya, melainkan seorang pria dengan kumis, berkepala botak.
"Selamat pagi anak-anak". sapa Kepala Sekolah.
"selamat pagi pak" sahut seisi kelas serempak.
"hari ini Ibu Zara berhalangan masuk, beliau sakit. Kebetulan sudah lama bapak tidak masuk ke kelas kalian, jadi sekalian saja bapak mampir. Ada beberapa informasi seputar ujian nasional yang akan bapak sampaikan".
Seisi kelas bersorak gembira, namun tidak demikian dengan Lena. Ia kesal, rencana yang telah ia fikirkan semalaman hingga menyita jam tidur, kini harus sia-sia. Serentetan sumpah serapah ia keluarkan. Siswa lain hanya bisa tersenyum melihat si cewek badung menahan kesal.
Waktu terus berjalan, namun tak sekalipun Lena berhasil melaksanakan pembalasan dendamnya. Sepertinya Bu Zara guru yang beruntung. Pernah suatu kali Lena melaksanakan taktiknya yang gagal kemaren. Kenyataannya, tak sedikitpun Bu Zara duduk di bangku. Ia memberikan ulangan mendadak, dan berkeliling mengawas pekerjaan seisi kelas. Dan Lena, hanya bisa menggeram.
Banyak lagi kejadian lainnya yang menyelamatkan Bu Zara dari pembalasan dendam Lena.
"les tambahan? apa-apan tu guru" teriak Lena saat Rika memberitahu les tambahan matematika di Rumah Bu Zara.
"iya Len, ujiankan udah dekat, jadi kita dikasi ujian tambahan" sahut Rika.
"tapi kenapa harus di rumah Bu Zara?"
"ya, karena Bu Zara maunya begitu".
Lena semakin membenci Bu Zahra. Bukan hanya karena ia tak pandai matematika, tapi karena ia belum berhasil membalas dendam.
Dan les pun dimulai. Awalnya Lena membayangkan wanita setengah baya itu tinggal di rumah yang mewah. Wanita itu memiliki kulit putih yang bersih, wajah ayu, dan cerdas dalam memberikan strategi menjawab pelajaran secara cepat kepada para siswa (dan Lena benci mengakuinya). Pastilah ia tinggal di rumah yang mewah dan serba kecukupan.
Lena sedikit terkejut melihat kenyataan yang tak sesuai dengan khayalannya. Tempat tinggal wanita tersebut tak lebih besar dari rumahnya. Papan kayu sederhana (namun bersih) menjadi alas rumah tersebut, tanpa karpet atau permadani. Empat buah kursi dan sebuah meja tamu terletak di sebuah ruangan yang mereka tempati saat itu (dan Lena langsung bisa menebak ruangan itu adalah ruang tamu). Ruangan di belakangnya sama besar dengan ruang tamu, hanya di pisahkan oleh sekat. Hanya ada dua buah kamar di rumah tersebut. Inilah rumah Bu Zara, yang menurut Lena sederhana, bahkan teramat sederhana.
"maaf ya anak-anak menunggu lama" Bu Zara tiba-tiba keluar dari ruang belakang.
"ah ga apa-apa ko Bu" sahut para siswa.
Pelajaran matematika pun dimulai. "Tunggu, ada yang lain disisni" fikir Lena. Bu Zara kelihatan berbeda. Bukan tampilan fisik, tapi caranya mengajar. Ia tak seperti guru killer yang sering ia tunjukkan di kelas. Senyum selalu ia perlihatkan sembari menjelaskan pelajaran. Dan, satu hal yang juga lena sadari, Bu Zara kelihatan lebih sabar dalam memberikan penjelasan, tak ada pukulan penggaris besi saat kami tak bisa menjawab pertanyaannya, ia sungguh berbeda.
Tak tahu mengapa, Lena merasa pelajaran matematika hari ini begitu mudah. Semua dapat ia serap dengan sempurna (padahal ini hanya pengulangan dari apa yang pernah Bu Zara sampaikan di kelas). Apakah karena cara penyampaian Bu Zara yang berbeda? yang pasti Lena mulai menyukai matematika, dan yang lebih aneh lagi, ia mulai menyukai Bu Zara.
Ternyata wanita itu tak segalak kelihatannya. Apa yang terlihat hari ini sungguh berbanding terbalik dengan keadaan biasanya. Atau, memang ini sikap asli Bu Zara? Lena mulai bertanya-tanya dalam dirinya. Ternyata keanehan itu juga dirasakan oleh teman sekelas Lena.
"maaf kalau selama ini Ibu terkesan jahat sama kalian" Jelas Bu Zara setelah les tambahan selesai.
"Ibu cuma ga' ingin kalian main-main saat belajar, ya maklum la, matematika memang bukan pelajaran yang mudah di tangkap jika dibandingkan pelajaran lain. Jadi, serius modal utama" Lanjut Bu Zara.
"oh ga apa-apa ko bu, kami ngerti" sahut Lena.
Tak tahu kekuatan dari mana, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lena. Siswa lainnya sampai terbengonmg-bengong mendengar jawaban Lena. Dan Lena merasa pipinya memanas (bukan karena marah, tapi malu).
Les hari itu pun selesai
"Lena, tunggu sebentar" panggil Bu Zara saat lena hendak meninggalkan rumah.
"kamu ada waktu? ibu ingin bicara sebentar sama kamu"
"oh ada bu" sahut Lena.
"ibu minta maaf jika selama ini kamu yang paling sering merasakan kekejaman ibu. Semua itu Ibu lakukan agar kamu lebih serius belajar". Lena hanya bisa tersenyum
"kamu sebenarnya pintar Lena, cuma sedikit malas. Ibu yakin kalau kamu rajin, kamu dapat melebihi teman-teman kamu yang lain......"
Entah apa lagi yang di sampaikan Bu Zara, Lena terhanyaut dalam lamunannya. Hingga sampai di rumah, ia masih bingung, bukan karena ia tak mendengarkan seluruh permintan maaf wanita itu, tapi bingung karena ia kagum pada wanita itu. Lalu kemana dendam itu pergi? Lena tambah bingung.