Rabu, 24 Maret 2010

Tempat itu, dunia

Kawan...
Masihkah kau ingat waktu pertama kali kau melihat dunia? Kau, aku dan kita semua menangis (mungkin kita lupa). Kita harus meninggalkan tempat teraman, ternyaman, dan terhangat yang pernah kita tinggali. Tempat dimana kita tak perlu lari dari hujan dan dingin. Tempat dimana segala kebutuhan kita terpenuhi. Kita bagaikan raja yang apapun tihta kita, pasti terkabulkan. Sebuah tempat mulia, dari seorang wanita mulia, rahim ibu.

Kawan...
Kita menangis saat dipaksa meninggalkan kemewahan itu. Kita menangis saat mata kita di paksa melihat cahaya yang teramat menyilaukan (cahaya di rahim ibu, sungguh telah di desain secara sempurna). Dan yang membuat tangisan kita lebih keras, saat kita dipaksa berada di tempat yang telah menunggu segala kekejaman, bak serigala menunggu mangsa. Tempat itu bernama dunia.

Kawan...
Yang ku tahu, itulah beberapa alasan yang membuat kita menangis saat terlahir ke dunia. Tangisan yang seolah memberi gambaran, seperti apa tempat yang bernama dunia.

Lalu kawan...
Apa kau pernah melihat mereka yang menemui ajalnya? Lihatlah keluarga mereka. Seluruh anggota keluarga menangis, bahkan ada yang tak puas hanya dengan menangis, menunjukkan ekspresi tak layak.

Ada apa ini? Tak relakah mereka kehilangan sanak saudara yang mereka cintai? Atau, adakah mereka sadar bahwa sang mayat belum mempersiapkan bekal untuk menghadap-Nya?

Saat kita lahir, mereka tersenyum, tertawa, dan bersorak gembira. Namun, saat tiba waktu meninggalkan dunia, mereka menangis seakan tak rela.

Begitulah kebanyakan dari kita.

Kawan...
Apakah kau pernah melihat mereka yang berpulang dalam keadaan tersenyum? Mereka dihantar sanak keluarga dengan senyum pula?
Aku pernah.

Siapa mereka?
Orang-orang yang semasa hidupnya tak terlena dengan tipu muslihat dunia. Orang-orang yang semasa hidupnya tak tertindas kejamnya dunia. Orang-orang yang semasa hidupnya mempersiapkan bekal untuk menghadap Tuhannya. Indah kawan, sungguh indah.

Apakah mereka terlahir dalam keadaan tersenyum? Tidak, mereka sama seperti kita terlahir dengan tangis.

Lalu, saat berpulang mana yang akan kita pilih? Menangis, dan di hantar dengan riuh isak tangis, atau tersenyum, dan di hantar dengan damainya senyum.

Ku rasa, kau, aku, dan kita semua sedikit banyak dapat melihat gambaran ending dari kisah kehidupan kita. Apakah kita terlena dengan jerat tipu daya dunia? Atau kita mampu menaklukkan dunia dengan karya dan bekal hingga tiba waktu berpulang?

Jawabannya ada di tangan kita...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Welcome to my world

Satu dunia yang akan membuat mu mengenalku lebih jauh.
Siapa aku? bagaimana aku? Selamat datang.......