Rabu, 10 Maret 2010

Gerobak dan Pena

Matahari merangkak naik, kau pun akan merasakan panasnya jika kau keluar tanpa menggunakan pelindung. fatamorgana menambah ganasnya bumi khatulistiwa siang itu. Anak-anak sekolah berhamburan menuju mamang-mamang es yang menjajakkan dagangan mereka di tepi jalan. Minuman dingin dan segar memang pilihan pas di siang terik ini. Asap dan debu kendaraan seperti tak mau ketinggalan, menyelimuti udara di sekitar jalan raya.

Disini, kau akan menemukan sungai terpanjang di Asia Tenggara, yang terbentang hampir di seluruh wilayah khatulistiwa. Terdapat dua jalur transportasi yang dapat kau gunakan untuk menyeberangi sungai Kapuas, kau akan menemukan kapal feri yang mengangkut penumpang dan kendaraan mereka yang hendak menyeberang sungai. Masyarakat setempat menamakannya "pelampong". Jalur alternatif lainnya berupa jembatan penghubung yang membentang di atas sungai kapuas, jembatan Tol namanya.

Dibawah jembatan Tol, kau akan menemukan rumah-rumah penduduk yang kebanyakan di bangun di atas air. Mereka menggunakan air sungai kapuas sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. Dan, diantara rumah-rumah tersebut, terdapat sebuah rumah yang di tinggali seorang lelaki tua, berkulit hitam, agak tinggi dan berbadan kurus. Lelaki tua itu bernama Amat, Pak Amat penduduk sekitar memanggilnya. Wajahnya tirus. Terlihat tulang yang sedikit menyembul diantara kedua rahangnya. Mata hitam yang dalam serta urat-urat yang masih terlihat di kedua lengannya semakin memperjelas bahwa Pak Amat adalah pekerja keras.

Berbekal gerobak, Pak Amat memulai aktivitasnya selepas isya. Dari komplek ke komplek ia berpindah mengumpulkan sampah untuk di buang ke tempat pembuangan umum. Ya.... Pak Amat bekerja sebagai pengumpul sampah di beberapa komplek tak jauh dari tempat tinggalnya. Memakan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki untuk mencapai komplek tempat Pak Amat mengumpulkan sampah.

Gerobak itu ia buat sendiri. Kayu beserta seng bekas mampu ia sulap menjadi sebuah barang serba guna dan menghasilkan, dengan gerobak ini pula Pak Amat berusaha menyambung hidupnya.
pekerjaan pak Amat tak mengenal kata libur. Sehari saja pak Amat tak melaksanakan tugasnya, maka sampah di sekitar komplek akan membumbung dan penduduk akan menjadi sangat cerewet. "diperlukan tapi tak penting", begitulah mungkin anggapan mereka terhadap pak Amat. Namun, lelaki tua itu tak pernah mengeluh, ia melakukan tugasnya dengan tersenyum, ya... tersenyum.

Lalu, apa yang dilakukan pak Amat di siang hari(seperti saat ini)? seperti tak ada waktu yang terbuang oleh lelaki tua ini. Sejak matahari terbit hingga menjelang magrib, Pak amat mengembil upah mengangkut barang-barang dagangan penjual di sekitar pasar dengan gerobaknya. Beras, sayur, ikan, apapun yang bisa ia bawa, maka akan diterimanya. Tak jarang pak Amat harus bersusah payah mendorong gerobaknya dengan berkarung-karung gula pasir di dalamnya. Namun sekali lagi, pak Amat melakukannya dengan senyuman.

Tak jauh dari pasar rakyat, akan kau temukan satu jalan protokol dengan berbagai pernak-perniknya (bangunan). Di sepanjang jalan dapat kau temukan beberapa warung kopi bagi mereka yang senang berkumpul bersama kolega dan sahabatnya. Di malam hari, warung kopi tersebut dipenuhi oleh para lelaki berbagai usia, mulai dari remaja hingga orang tua. Namun, siang hari seperti ini pun warung kopi tersebut tetap ramai, hanya saja dipenuhi oleh para pria berseragam (kadang juga terdapat wanita).

Kebanyakan dari pria tersebut berada disana sejak pagi (jam 10). Jika kau tanya alasannya, maka jawaban yang cukup ironis akan kau dapatkan, "sedang tak ada kerjaan".
Satu potret yang sungguh memprihatinkan, di satu sisi mereka yang berjuang dengan tiap tetes keringatnya untuk menyambung hidup, bahkan tak jarang harus berkubang dengan bau dan kotoran. Sedangkan disisi lain, mereka yang bekerja hanya dengan menggunakan sedikit penanya, harus membuang-buang waktu hanya dengan alasan "tak ada kerjaan". Dari segi penghasilan, jelas orang-orang seperti pak Amat kalah jauh dibandingkan dengan para pria berseragam di sana, yang setiap harinya berada di dalam ruangan yang sejuk, dengan penghasilan tetap di atas rata-rata perbulannya.

Sampai kapan sketsa ini akan tetap terlihat? akan kah mereka yang berseragam dengan penanya mengambil sedikit pelajaran dari perjuangan pak Amat dan gerobaknya?

Entahlah.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Welcome to my world

Satu dunia yang akan membuat mu mengenalku lebih jauh.
Siapa aku? bagaimana aku? Selamat datang.......