Braganjaya masih merasakan ngilu di sekujur luka akibat panah pasukan lawan. Panah yang hampir merenggut nyawa sang panglima, panah yang mencoreng wajah perkasa sang singa perang.
Dua hari sudah mereka di dalam gua, bersembunyi dari pasukan musuh. Beragam strategi telah disiapkan, demi membalas kekalahan, dan yang terpenting menuntut keadilan atas kematian pasukan mereka.
"Mereka memiliki pasukan yang terlatih, kuat dan cekatan, peluang kita untuk menang kecil" Bragantara berucap.
"Kita jelas kalah jika berhadapan secara langsung, menyerang secara diam-diam pilihan tepat saat ini" terang Braganjaya.
"Maksud mu kita bunuh satu persatu pasukan mereka?"
"tepat....!".
"Bagaimana dengan lukamu?"
Braganjaya terdiam. Ia ingin memaki atas hadiah yang diberikan pasukan musuh. Hampir mustahil untuknya bertempur dengan luka sebanyak itu.
"Kita tunggu hingga lukamu mengering kakakku"
"Tapi waktu kita tak banyak"
"Pergi dalam keadan seperti ini sama saja mengantar nyawa"
"Tapi...."
"Tidur la kak, kau butuh itu"
Braganjaya hanya bisa menuruti perintah sang adik, lagi pula, ia memang lelah. Ia hanya berharap luka ini cepat sembuh, paling tidak mengering, agar ia dapat segera bertempur.
Bersambung...
wah, seru... ditunggu kelanjutan kisahnya
BalasHapussip... doekan supaya lancar wir...
BalasHapus