Desa itu sungguh terpencil, kau membutuhkan waktu setidaknya 2-3 jam berjalan kaki dari kecamatan (karena memang hanya dengan berjalan kaki daerah tersebut dapat kau capai). Belum lagi kau harus merasakan kerikil beserta tanah kuning yang apabila musim hujan datang, maka kau akan menyumpah sepanjang jalan, lantaran kakimu harus terjerumus di dalam tanah sebatas lutut.
Awalnya, masyarakat merasa senang saat Pak Dokter (begitul panggilan awalnya) ditugaskan di daerah tersebut. Masyarakat sangat mengeluk-elukan Dr. Ridwan, apalagi saat mereka tahu, sang dokter datang atas permintaannya sendiri. Aneh memang, mana ada dokter yang ingin ditugaskan di tempat yang serba kekurangan.
Hanya mereka yang berhati malaikatlah yang sanggup melakukannya. tahun pertama semua berjalan seperti harapan masyarakat. Dr. Ridwan mengobati mereka tanpa meminta sepeserpun (kalaupun ada diantara mereka yang membayar dengan hasil bumi, itu semata-mata ucapan terimakasih mereka tanpa di pinta oleh sang dokter). Jadilah Dr. Ridwan malaikat berwujud manusia di mata masyarakat desa.
Musim kemarau adalah kutukan bagi masyarakat desa. Hasil bumi tak dapat di pananen karena mati kekeringan, banyak anak-anak yang sakit kekurangan air bersih, dan masalah-masalah lain yang membuat penduduk desa resah setiap kali kemarau tiba.
Kutukan itu terasa menemukan puncaknya saat 2 tahun terakhir sang dokter mulai berubah. Awalnya penduduk desa mengira sang dokter sedang bercanda (aku belum bilang kan, Dr. Ridwan memang orang yang humoris), namun candaan itu terasa berlebihan saat sang dokter meminta bayaran atas tiap jasa yang ia berikan kepada penduduk desa.
Apa yang akan ia lakukan jika penduduk tak mau membayarnya? maka ia tak segan-segan untuk mengusir mereka dari rumahnya, dan menyuruh mencari dokter yang lain (dan hal itu adalah mustahil, karena ia dokter satu-satunya di desa ini). Penduduk semakin putus asa, mereka tak tahu kemana perginya dokter penyelamat mereka. Yang ada kini sosok materialistis yang mengukur segalanya dari segi materi. (atau...memang sang dokter mulai sadar dan mulai menunjukkan siapa dirinya).
Semakin lama biaya pengobatan semakin mencekik penduduk. kemarau ini adalah kemarau terlama yang pernah mereka alami. hasil bumi telah habis, sumber air telah kering, penyakit pun datang bagai lalat yang mengerumuni bangkai. Dan sang dokter...... tetap dengan kekejamannya, menarik upah atas jasa yang ia berikan.
Memohon, memelas, bahkan memaki, semua telah mereka lakukan, namun sang dokter tak jua menunjukan welas asihnya. Penduduk desa terpaksa mengobati kerabat mereka dengan cara tradisional, tak jarang dari mereka justru bertambah parah. "Desa ini bener-benar telah dikutuk, dan ini semua karena dokter sialan itu" geram salah seorang warga. "kita usir saja dia, kalau perlu kita bakar hidup-hidup" sahut yang lainnya.
Masyarakat semakin geram, beberapa bahkan terang-terangan mencoba mencelakai sang dokter, namun tak jua mengubah pendiriannya. Keadaan semakin kalut, kali ini kepala desa pun tak bisa berbuat apa-apa. Kemarahan penduduk telah sampai ke ubun-ubun. Mereka pun mendatangi sang dokter.
" keluar kau dokter jahanam" teriak penduduk yang marah. "pergi kau dari desa kami, atau kami bakar rumahmu".
Tak ada jawaban. penduduk semakin geram. entah siapa yang memulai duluan, mereka mendobrak pintu rumah, dan mendapati sang dokter sedang tidur di kamarnya. tanpa fikir panjang, penduduk lalu menyeret sang dokter keluar dan menghakiminya. Penduduk seperti kesetanan, mereka memukul, menendang, bahkan ada yang menghantamkan kayu jati ke wajah sang dokter. Darah mengalir di sekitar wajah dan tubuh Dr. Ridwan. Namun, semua itu tak membuat penduduk berhenti, bahkan semakin bersemangat sampai......
"hentikan" teriak salah seorang pemuda yang keluar dari dalam hutan. "apa yang kalian lakuak? lepaskan Pak Dokter".
"mengapa kami harus berhenti? kau tahu apa yang telah dilakukan dokter jahanam ini"
'karena aku tahu maka kalian harus menghentikannya" tegas pemuda itu
"ah... sudah lupakan dia, dokter keparat ini harus mati" seorang warga lainnya menyela sambil menendang tubuh si dokter.
" jika kalian ingin tahu yang sebenarnya, lihatlah ke belakang hutan itu" teriak sang pemuda sambil menghentikan penduduk yang terus memukuli sang dokter.
Pemuda itu membopong tubuh sang dokter ke dalam rumah, sedangkan penduduk desa berlarian ke dalam hutan. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat sebuah waduk lengkap dengan pipa-pipa tang telah terpasan keran di tiap ujung-ujungnya. tak lama kemudian si pemuda pun menyusul penduduk desa.
"ini semua ide pak dokter, ia meminta kami untuk merahasiakannya" terang pemuda itu
"maksud mu?" tanya kepala desa
"Pak dokter sengaja miminta kami merahasiakannya, ia tak ingin penduduk desa tahu. ia khawatir jika penduduk tahu, maka kalian tidak akan menyetujui kegiatan ini".
"tapi, pak dokter kan bisa menjelaskan kepada kami"
"itulah yang tak ingin ia lakukan, jika kalian tahu ia merencanakan waduk ini, maka kalian akan menganggap hal itu mustahil dan tidak akan menyetujuinya. Dan kalian tahu, semua ini didanai dari uang yang kalian bayarkan kepadanya tiap kali kalian berobat"
jadi, ....pak dokter sengaja meminta bayaran supaya.... "
"ia, pak dokter sadar kalian tidak akan mau menyisihkan uang kalian untuk membuat waduk ini. semua ini ia lakukan agar kita mempunyai sumber air meski di musim kemarau sekalipun".
Suasana menjadi tenang, masing-masing tenggelam dalam fikirannya sampai......
"ayo kita liat pak dokter" ajak kepala desa.
keren banget fari cerpennya. two thumbs up
BalasHapusvisit my blog:
http://jarumi-ptk.blogspot.com
Dian: thank's....
BalasHapus