Minggu, 04 Juli 2010

Indah Yang Tak Indah

Indah adalah namaku. Tapi sikap dan kehidupanku jauh dari indah.

20 tahun usiaku kini, datang ke ibu kota dari pedalaman Kalimantan yang jauh dari hiruk pikuk dan hiburannya.
Pontianak tujuanku tempat dimana teman sejawatku menorehkan cerita hidup mereka dengan segudang keberhasilan, yang tentunya menggiurkanku. Dan disinilah aku, mengadu nasib, tanpa keahlian, dengan latar pendidikan yang pas-pasan pula.

Pekerjaan yang layak, tempat tinggal yang nyaman, serta penghasilan yang cukup berseliuran di benakku. Inilah alasan terbesar kehadiranku di kota khatulistiwa, dengan berbagai budaya dan etnisnya. Namun… kenyataan tak seindah khayalku.

Indah adalah namaku.
Aku lelaki dengan perawakan tinggi, putih dan berparas lumayan (pengakuan teman-temanku). Tunggu... lelaki bernama indah? Kau pasti tak percaya. Tapi, itulah aku, lelaki bernama indah.

Indah adalah namaku
Dan nama ini bukan ku dapat dapat orang tuaku (kecuali kau beranggapan mereka sinting, menamai anak lelaki mereka dengan nama perempuan). Nama ini kudapat dari diriku, untuk menunjang pekerjaanku.

Pekerjaanku tak seindah namaku.
Berjuang di kota besar ternyata tak semudah yang kukira. Dengan ijazah dan nilai yang teramat biasa, tak satupun perusahaan yang menerimaku. Apalagi para sarjana disana sedang mengantri untuk mendapatkan pekerjaan, dan aku hanya seorang dengan ijazah smp. Dan disinilah aku, di pojok suatu jalan di kota Pontianak, dengan penerangan yang teramat minim, menunggu mereka yang berlalu lalang untuk singgah. Aku, dengan pakaian minim, berwarna cerah mencolok, dengan riasan wajah super menor. Perkenalkan… namaku Indah.

Indah adalah waria.
Satu kenyataan yang menghentakkan ku rasa. Waria… kau pasti akan mencemoohku. Tapi begitula aku, indah si waria.
Hampir tiap malam aku bertugas, berlenggok bak pragawati, melambai bak putri Indonesia, tertawa malu bak wanita sebenarnya. Aku, indah yang tak indah, menghabiskan masa mudaku untuk sebuah pekerjaan yang bahkan tak layak untuk disebut pekerjaan. Sadarkah aku? Ya… aku sadar.

Hidup tak seindah namaku.
Meski tak layak menyalahkan hidup, namum ku tak punya pilihan. Aku tak mungkin menyalahkan diri sendiri atau mereka yang menggiringku ke jalan ini. Lalu siapa yang akan ku salahkan? Pastinya hidup…

Yang aku tahu, hidup adalah anugrah, dan setiap kehidupan telah ditentukan oleh-Nya. Dan anehnya aku merasa apa yang kulakukan saat ini adalah pilihan dari-Nya. Satu persepsi yang salah kan? Tapi itulah aku, mencari pembenaran atas sesuatu yang jelas tak benar.

Pernah aku merenung atas apa yang aku lakukan. Tak jarang aku menemukan kenyataan bahwa aku telah terlalu jauh tersesat, tak tahu jalan kembali. Mereka yang masih perduli padakupun tak henti mengingatkan. Tak jarang aku menangis, menyesali nasib yang Ia pilihkan untukku. Terbersit keinginan untuk merubah jalan hidup, namun pikiran itu hanya sekilas, tak pernah terlaksana.

Aku, indah yang tak indah terus berkubang dalam Lumpur dosa.
Menapikkan kenyataan bahwa yang kulakukan adalah salah. Enggan untuk meninggalkan pakaian minim ini, membuang semua alas rias ini, dan mengenyahkan senyum palsu ini. Aku, semakin terpuruk, diantara tawa riang iblis yang bertepuk atas keberhasilannya mendidikku.

Tuhan maafkan aku. Aku tahu pasti bahwa aku adalah diantara golongan yang akan Kau masukkan ke neraka nanti. Ah… memikirkannya saja aku pusing. Sungguh aku merasa tak layak menyebut nama-Mu dengan kotornya bibir ini.

Dan disinilah aku, masih dengan pakaian yang sama, riasan wajah yang sama, dan senyum menggoda yang sama. Aku… indah yang tak indah.

Fari safa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Welcome to my world

Satu dunia yang akan membuat mu mengenalku lebih jauh.
Siapa aku? bagaimana aku? Selamat datang.......