Terjatuh itu biasa, namun bila jatuh dalam lubang yang sama untuk ke dua kalinya, kurasa bukan hal yang biasa. Ah setan....kau menang.
Aku benci mengakuinya, namun itulah kenyataan. Suatu kenyataan yang membuat aku menjadi satu diantara mereka yang membiarkan dirinya menjadi makanan empuk setan, yang jelas tak ada kebaikan sedikitpun di dalamnya. Sanggupkah aku menatap dunia dan menghadapkan wajahku pada-Nya? Entah...
Mencari tempat untukku mengubur semua, namun tak mungkin. Semua telah tercatat rapi di buku harian malaikat-Nya, dan celakanya, aku tercatat dalam buku catatan dosa. Aku tak mungkin memutar waktu dan memperbaiki yang telah rusak, atau merobek buku catatan yang bentuknya pun tak pernah ku lihat. Lagi-lagi, setan... kau menang.
Hati ini telah berkata "Jangan", tak puas dengan berkata ia bahkan berteriak. Namun aku seakan menutup telinga, ku biarkan hati bagai si bisu yang tak bersuara. Ia coba ingatkanku dengan bujukan yang halus, aku tak merespon. Ia ingatkan aku dengan balasan-Nya atas keingkaranku, aku tetap berpacu dengan dosaku. Wahai hati... maafkan aku.
Aku semakin terpuruk, setan menjadikan ku sebagai kesayangan mereka. Apa yang ku inginkan mereka penuhi, segala yang menghalangi mereka singkirkan. Aku tak lagi mendengarkan bisikan nurani yang semakin hari suaranya semakin mengecil, memelas dan tertutup tawa kemenangan setan.
Samar-samar ku dengar suara berbisik, "bangun....bangun.... kau telah lama terlena".
Aku menoleh, tak ada siapapun. Aku keluar kamar, sepi. Ku lanjutkan kembali hariku yang penuh kesia-siaan.
Suara itu datang lagi, kali ini semakin memelas "Ku mohon bangun, kau telah lama tertidur, aku yakin kau mampu, ayo bangun".
Aku kembali tersadar, mencari sumber suara namun tak ku temukan. Suara kecil itu memanggil-manggil namaku. Tak jarang suara itu menangis dan hilang saat aku mengabaikan panggilanya dan menjumpai teman karibku, setan.
Malam ini, aku mendengar suara itu. Kali ini suaranya begitu jelas, seakan berbisik di telingaku. Suara itu kembali mengajak agar aku menghadapkan wajahku pada-Nya. Namun, aku ragu dan berkata "Aku malu, aku telah lama mengabaikan panggilan-Nya, apa Ia masih mau menerimaku?"
Suara itu berkata "Ia pasti mau, Ia selalu menerima hamba-Nya yang ingin kembali, sejauh apapun sang hamba tersesat"
"Bagaimana dengan teman-temanku, mereka tak ingin aku menjumpai-Nya"
"Mereka setan yang terkutuk, akan selalu menjauhkanmu dati Tuhanmu"
"tapi mereka teman yang baik, selalu bersama dan memenuhi keinginanku"
"Benar, namun juga membawamu semakin jauh dari Tuhanmu".
Aku terbangun, sepi tak ada siapapun. Suara itu hilang, berganti dengan suara binatang malam dan hembusan angin. Suara itu masih terngiang di kepalaku seakan melekat kuat. Ku lihat cahaya di HP, satu pesan masuk. "Bangun saudaraku, kita telah lama tertidur. Saatnya menghadap Sang Pemilik Waktu, untuk mengadu dan memohon ampun". Aku tertegun, tak ada nama pengirim, yang ada hanya aku, menangis diantara tawa teman-temanku, setan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar